Inspirasi bisa datang darimana saja, dari teman, keluarga atau pun dari orang lain. Tentu inspirasi yang membuat kita termotivasi untuk maju, menjadi lebih baik yang akan kita contoh. Kisah inspiratif kali ini datang dari alumni kita tercinta, yang memanfaatkan hobi menjadi sesuatu yang bernilai, dan bermanfaat bagi keluarga.
Mungkin para sahabat pernah kondangan ke teman dekat, tetangga ataupun acara kantor. Nah sahabat pasti pernah menikmati seni campursari atau pun organ tunggal. Ternyata banyak lho kawan kita yang dulunya hanya sekedar hobi bermusik sekarang sukses menjadi musisi dan dapat menghasilkan uang.
Dari sekian alumni tersebut satu diantaranya adalah Joko Kristian. Alumni SMEA Nusantara lulusan tahun 1991 dari jurusan Perkantoran 1. Redaksi pernah bertemu beliau, bagaimana seseorang yang belajar dari sekolah yang bukan musik dapat terjun ke dunia musik sampai seperti ini?
Bapak satu anak ini bercerita, ternyata kesenangan bermusik telah mengalir pada dirinya sejak remaja, meskipun waktu itu hanya bermain gitar. Lebih lanjut suami dari Ristanti ini bercerita awal mula nyemplung ke dunia campursari berawal dari tawaran tetangganya yang juga penggemar musik.
“Aku tuh nggak sengaja nda, karena tiap sore suka main gitar dan kebetulan tetanggaku ngajak untuk latihan musik, karena senang tanpa pikir panjang kusambut tawaran itu untuk menyalurkan hobi. Dulu itu bukan campursari, pertama kali latihan justru keroncong”. Kata Joko Kristian bersemangat.
Sambil menyalakan rokok kegemarannya, orang tua dari Ian mahasiswa perguruan tinggi di Jakarta Barat ini melanjutkan bercerita.
“Karena kesenanganku bermusik, mendengar orang latihan musik cuman bisa kepengen, mau nyamperin tidak berani karena malu, karena saat itu masih ngontrak”. Tuturnya.
“Kemudian ada ibu-ibu (lebih dari satu dong? Ibu-ibu!) yang mengajak latihan, karena melihat aku suka main gitar dirumah. Bukan keyboard yang aku mainkan, tetapi cuk (Ukulele). Dengan group keroncong ini saya pernah tampil di Ancol dan Taman Mini. Dan dari aliran keroncong barulah kemudian pindah ke campursari dengan nama Irama Laras”. Timpalnya kemudian.
Joko Kris mengisahkan, awal ikut campursari masih memegang alat musik cuk/ukulele. Tetapi jalan hidup seseorang siapa tahu, tidak ada yang bisa menebak? Piyayi dari Slogohimo yang sekarang tinggal di daerah Pondok Betung ini meneruskan bercerita, bagaimana beliau sampai bisa memegang keyboard.
Awal kisahnya dimulai pada saat group tersebut kekurangan pemain. Karena pemain keyboardnya keluar, sehingga teman-temannya menganggap hanya beliau yang bisa menggantikan. Selama seminggu latihan memegang keyboard di campursari. Setelah gembrobyos (bahasa beliau) akhirnya tes main keyboardnya sukses, dan apabila ada job manggung, maka beliau yang selalu menjadi pemain keyboardnya.
Dengan ketekunan dan tekad yang kuat, beliau melanjutkan kisah nostalgianya. Bagaimana beliau mengumpulkan uang sampai akhirnya bisa mandiri, dan bisa membeli keyboard sendiri. Bahkan berkat keuletannya beliau dapat mengkuliahkan anaknya. Pria yang akrab di sapa JK ini pun tidak sungkan membagi kisahnya untuk kita semua.
Sahabat, apapun bila kita tekun, ulet dan tekad yang kuat pasti akan dapat kita raih. Semoga kisah ini dapat menginspirasi kita semua. Semoga semakin sukses sobats, dan sampai jumpa di kisah inspirasi yang lain. #d